SUARA PRIBUMI


"KETIKA BUDI PEKERTI DAN MORALTIDAK MAMPU LAGI DAN DIPERDAYA OLEH PARA PENDOSA . SERUAN SUCI TELAH JADI JINAK DAN DIREDUKSI DARI BATAS NORMATIF".

KEBANGKITAN DAN REVOLUSI DIMIULAI

Selasa, 17 Mei 2011

KEBANGKRUTAN IMAN

  " epistemologi iman yang terkikis oleh desakan unsur materiil adalah cikal bakal  pandangan baru para jemaat yang menyadari tentang realitas  tulisan kitab suci ternyata tidak selugu yang tertera dalam teks. Epistemologi baru yang terbangun dalam era modern adalah bahwa suara TUHAN adalah bentuk simbolisasi yang digiatkan sekelompok sektarian yang terjebak dalam kondisi kesenjangan; sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan. dan suara kitab suci  yang diolah dan dinarasikan mampu menggerakan kemacetan yang disebabkan kemacetan; aksesbility, kesetaraan,politik, hukum keranah yang seimbang dan normatif."


      Suara protes para jemaat atas epistemologi iman akhir-akhir ini bisa terlihat dari berbagai kasus pergerakan baik yang berbentuk sektarian ataupun ideologi-ideologi luar berbasis kitab suci yang menjanjikan suatu upaya yang menjanjikan kesetaraaan dan akses previlege yang lebih baik dari yang ada sekarang baik akses spiritualis dan materialis. pemahaman dan penanaman epistemologi iman  yang secara gampang-gampangan menjadikan wacana dan mental  masyarakat sangat rapuh terbangun, dan lebih parah bila kondisi mental yang menganggap ideologi universal [pancasila] tidak layak dibela karena tidak memberikan apa yang mereka tuntut atas kesetaraan dan previlege. pembungkaman akses dan realitas atas substansi kitab suci ini yang mendorong lahirnya gerakan-gerakan baik yang berbentuk sektarian ataupun ideologi-ideolgi alternatif dalam menuntut ketersediaan ruang atas semua unsur materiil yang setara.
      kesenjangan pemahaman pola tafsir yang dialami para jemaat beragama atas kitab suci disebabkan karena bentuk pola tafsir yang masih mengadopsi pola retorika dan tidak memasukan unsur sosiologis secara utuh. unsur materiil yang merupakan inti materi dari semua kitab suci dipisahkan karena dikhawatirkan jemaat  akan terjebak dalam perburuan materi tanpa kontrol iman, dan ini akan  menyempitkan visi dari kitab suci sendiri. dua unsur dalam kitab suci [materiil dan spirituil] yang entah sengaja atau tidak berjalan dalam disiplin ilmu yang berbeda sehingga menjadikan pelaku yang bergiat dalam spirituil dan materiil saling berprasangka atas kontrol iman masing-masing. dari dua unsur yang berjalan-jalan sendiri ini akhirnya juga menyebabkan jarak tentang pandangan epistemologi tentang makna pengimanan. ketika unsur materiil dan spiritual tidak memenuhi ruang iman atas dua kelompok ini yang akhirnya melihat pemahaman tafsir yang digelontorkan oleh sekelompok orang yang memberikan epistemologi baru tentang bagaimana mengisi kegalauan mereka dengan menjadikan ideologi yang mempunyai kaidah universal [ pancasila ] sebagai biang semua kesalahan atas semua kesenjangan ini.
     Epistemologi iman seharusnya terus dievaluasi dan diarahkan kedalam muara kecintaan kepada persatuan dan kebanggaan atas budaya dan hasil karya pribumi. pihak yang terus mengevaluasi ini harus sanggup menjawab bentuk-bentuk kritis atas apa yang dinamakan upaya pendewasaan pola pandang atas kemauan jemaaat. ketika bangsa ini terus dipepeki dan dicekoki oleh ilmu-ilmu penafsiran yang monoton dan membosankan karena kurikulum pola tafsir yang tidak berubah. kehausan dan suara tuntutan atas apa yang dinamakan upaya membuat suara kitab suci tetap hidup dalam jiwa jemaat dalam dunia yang terus merangkak maju dan menuntut. lembaga yang menaungi keberagaman aneka jemaat ini seharusnya diisi oleh orang-orang yang menguasai semua disiplin ilmu alkitab dan menguasai semua rujukan pola tafsir yang mengarahkan kearah persatuan dan kecintaan atas semua kemajemukan. Sayangnya lembaga keagaaman pemerintah ditempati oleh orang-orang yang hanya menguasai  mayoritas jemaat dan berpegang hanya pada pola tafsir yang gampang-gampangan dan dangkal dalam  makna teologis. lembaga keagamaan yang dihuni dengan kemajemukan di negeri ini seharusnya sanggup menjawab semua kritik, desakan, keraguan jemaat atas relevansi dari kitab suci. lembaga keagamaan harus bisa menjadi pengadilan banding atas suara kritik dan tuntutan realitas yang terus dituntut oleh jemaat dan tidak mengurung mereka dengan undang-undang atas dakwaan penistaan agama.
     Sejarah perjalanan existensi kitab suci dari abad pertengahan yang selalu digiatkan oleh para penafsir baik yang mendukung ilmu modern ataupun yang memilih berjalan terpisah terus berupaya memapankan suara alkitab dan pola tafsirnya bisa menjawab dan memenuhi ruang kosong pada setiap jemaat. pola tafsir ini tidak terbatas hanya penganut taurot dan perjanjian baru, islam diawal pengimananya telah memelopori reformasi tafsir atas gejolak ketidakpuasan. membungkam suara alkitab, al-qur'an dan memisahkan aspek materiilnya yang padat dari jemaat justru membawa resiko atas radikalitas iman yang baru. Munculnya kelompok-kelompok penafsir yang berbasis kitab suci baik yang digiatkan para komunitas yahudi, kristen dan islam adalah dampak upaya yang dilakukan kelompok-kelompok tersebut dalam membebaskan suara alkitab ke dunia yang lebih lengkap dan penuh baik aspek spirituil dan materiil. manusia sebagai mesin politik lebih menonjol dan mempengaruhi dinamika pencapaian-pencapaianya dari pada mesin sosial dan pemberontakan atas suara suci dari kitab suci adalah kewajaran karena manusia yang selalu peragu dan tidak puas atas pencapaian-pencapaian menjadikan suara firman-firman tuhan terus mengalami revisi-revisi dalam menjawab semua geliat lingkungan jemaat yang menuntut secara keras.

     "studi kitab suci baik taurot, injil, dan alqur'an sebuah pijakan dasar yang konstan bagi jemaat yang terancam oleh budaya dan ideologi yang mengancam".

    "pijakan yang terus dilestarikan secara berkesinambungan dari tiap-tiap generasi yang berbeda dalam memapankan identitas yang normatif diantara bangsa lain".

    " suara kitab suci seyogyanya dipahami sebagai pentradisian naratif dalam ihtiar menjaga identitas iman dan wacana sang pencipta sekaligus bahan-bahan pembelajaran manusia dalam cabang ilmu teologi berbasis taurot, injil dan alqur'an beserta pencabanganya"
     

     berbagai studi kitab suci di negeri ini diprakarsai oleh akademi-akademi yang merujuk kepada pola tafsir yang fanatik dan antipati dengan sekitarnya khususnya apabila materi tafsir itu mempunyai kepadatan materiil yang padat. dimana unsur materiil baik ekonomi, politik,ekonomi beserta contoh kesenjanganya secara gampang-gampangan sanggup mempengaruhi substansi dari visi utama dari isi kitab suci itu sendiri yaitu penyatuan dalam ruang kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan dalam iman setiap jemaat yang majemuk ini. dan ini sangat mengkhawatirkan di negara yang hampir dipastikan setiap individu, kelompok mempunyai rujukan tafsir yang berbeda satu dengan yang lainya.
    Ideologi pancasila yang merupakan fusi dari semangat yang disuarakan semua gema iman, budaya yang hidup disekelilingnya dengan mudah dijadikan terdakwa atas berbagai kesenjangan dan akses keadilan. Kelompok penafsir yang menafsirkan secara gampang-gampangan makna pancasila menjaring komunitas yang tertindas dalam kesenjangan ekonomi dan akses keadilan kedalam wacana baru sebagai laknat dan dosa dari tuhan atas kondisi ketimpangan ini.Kemiskinan dan kesenjangan adalah ladang yang subur menanamkan kebencian atas fusi penyatuan ini dalam iman mereka. dan sangat disayangkan pemahaman tafsir yang merujuk kepada fanatisme sempit dan tidak sudi menerima kritik dari kelompok tafsir lain yang juga mempunyai rujukan penafsiran yang akhirnya menjadikan bangsa ini menjadi partisi-partisi dimana kelompok satu dengan kelompok yang lain dianggap sebagai ancaman existensi iman masing-masing. Partisi-partisi ini tumbuh subur di negeri ini dan menjadikan bangsa ini seperti bangsa sektarian. Paham sektarian adalah paham yang sangat tertutup dengan pola tafsir yang tidak mau, sudi bersanding ataupun berdiskusi ataupun desakan kritik yang digelontorkan kelompok penafsir lain akan iman terhadap suara kitab suci. Sedangkan jalan satu-satunya menjaga kemajemukan bangsa ini adalah sikap terbuka atas kritik, diskusi dalam membedah kepadatan teks yang ada dalam kitab suci itu sendiri.
     Sebuah tradisi penceritaan yang berkesinambungan pada tiap-tiap generasi yang berbeda yang di ajarkan dalam jemaat pengiman taurot, injil dan al-qur'an memang menjadi disiplin inti dari jemaat ini, sehingga dengan cara ini identitas akan iman jemaat tetap terjaga dari erosi budaya luar yang mengancam dalam upayanya memapankan dengan bangsa lain dalam muara normatif. Akan tetapi tradisi penceritaan yang selalu dibumbui dengan contoh ketimpangan aspek materiil yang terjadi menjadikan jemaat dengan gampang meninggalkan loyalitas terhadap kepentingan penyatuan yang utama. ketimpangan aspek materiil bukan disebabkan sebuah ideologi pncasila akan tetapi ketimpangan itu bersumber kepada bentuk partisi-partisi kepentingan yang digiatkan oleh orang, kelompok yang sulit menerima ideologi negara dalam iman mereka. partisi-partisi dalam berbagai kepentingan juga menjadikan ideologi negara bergerak lamat-lamat bahkan diam. Penceritaan tradisi yang berkesinambungan seyogyanya digiatkan dalam ranah penyatuan dan kebanggaan atas nusantara dengan semua keunggulanya. Petradisian iman harus bersinergi dengan budaya dan semangat bangsa pribumi dan bukan pentradisian yang hanya berorientasi kepada pencekokan daerah dimana cerita, sejarah yang ada dalam kitab suci terbentuk. Dimana peristiwa dan pelaku itu di buat pada awalnya juga  harus sanggup menjadi semangat baru dalam karakter,budaya, wilayah yang berbeda pula khususnya indonesia.
    Pembelajaran tradisi kitab suci dalam menjaga identitas iman dan wacana tentang ketuhanan juga merupakan langkah perkembangan berteologi di negeri ini dalam menjawab semua kekosongan ruang tiap jemaat yang dengan suci berniat mengabdi dalam iman dan kewarganegaraan  tidak saling bertentangan sehingga identitas bangsa ini bisa sejajar dengan bangsa lain. Pola penafsiran kitab suci yang tidak sanggup bergiat dan bersinggungan dengan semangat penyatuan, atau tidak sudi berhadapan dengan kritik yang diajukan jemaat akan relevansi firman di masa yang terus menuntut sudah pasti akan terjebak dalam pola sektarian. dan semua bentuk partisi-partisi iman, penafsiran, dan kelompok tafsir yang majemuk bisa menjadi aset bagi proses berteologi di negeri yang majemuk ini. Akan tetapi partisi-partisi yang enggan terbuka dalam kritik baik aspek historis, rasionalis, empiris saint modern, retorika dan sosiologis dimana penafsiran itu bermuara kepada pencapaian yang normatif akan menjadi pemicu KEBANGKRUTAN IMAN atas bangsa yang dipenuhi kemajemukan ini.

  "studi kitab suci[ taurot, injil, al-qur'an] beserta rujukan tafsirnya hendaknya dipahami bagaimana dahulunya suara suci itu begitu penting dan mendesak segara diturunkan dan untuk apa suara kitab suci disuarakan sehingga begitu penting secara teologis bagi generasi sekarang. dan kitab suci bisa menjadi petunjuk tentang apa yang benar dilapangan secara logika, empiris tentang sejarah penyatuan ini."


  "penyelidikan sejarah berteologi  harus mempunyai narasi yang saling berhubungan antara peristiwa dan bukti tekstual, praktek-praktek bedah kitab suci yang tidak kritis dan tidak teruji kelak akan membahayakan kemajemukan bangsa ini"



1 komentar:

  1. betul, bangsa ideologi pancasila harus sanggup menjadi pengadilan banding atas semua tuntutan pola tafsir dari semua kemajemukan iman, pola tafsir dan kelompok penafsir yang hidup dan terus menuntut atas relevansi ideologi ini

    BalasHapus